Senin, 25 Mei 2009
Kunjungan MTV ke Pulau Ngenang
Pelabuhan Kecil Ngenang
Rabu, tanggal 9 Februari lalu, Alhamdulillah kami kembali
mendapat kesempatan untuk mengunjungi Pulau Ngenang, disanalah
para anak asuh Majelis Taqlim Volex tinggal, Ngenang, begitulah
nama Pulau yang dikenal, terletak disebelah utara Pulau Batam,
luasnya sekitar sepertiga dari Batam, berpenduduk tak lebih dari
100 KK. Penduduknya yang ramah, ulet serta keindahan alamnya
yang membuat hati kami serasa damai ketika disana, mengingatkan
kita akan Kebesaran Sang Pencipta. Pulau Ngenang yang merupakan
tujuan Wisata Hati yang telah kami rencanakan begitu akrap dihati
kami, karena ini sudah termasuk kali ke tiga kami ke sana, satu
darinya adalah bersama rombongan MTKIS beberapa waktu lalu.
Silaturahmi menjadi tujuan utama kunjungan kali ini, yang sejak
awal Desember 2004 lalu telah kami rencanakan dan akhirnya ditunda
ketika musibah Tsunami yang melanda NAD dan sekitarnya, misi dakwah
juga kami selingi untuk ikut andil dalam memcerdaskan kehidupan
bangsa seperti membantu biaya pendidikan untuk anak anak Ngenang
yang kurang mampu. Dana yang diperoleh berasal dari infaq anggota
Majelis Taqlim PT. Volex.
Rombongan yang ketika itu dikomandani oleh ketua MTV Pak Asnan Rifai
mulai melangkah sekitar jam 08.10 menit dari Volex hanya
beranggotakan 14 orang, sedikitnya anggota tak mengurungkan niat kami
untuk melanjutkan perjalanan ketika itu. Perjalanan menuju telaga
Punggur yang menghabiskan waktu lebih kurang 45 menit tak terasa karena
kami sibuk bercengkrama selama dalam perjalanan. Perasaan riang anak anak
Ngenang melintasi pikiran kami, sepoinya angin pantai Busong juga
menambah tekad kami untuk segera melanjutkan perjalanan ini. Begitulah
ketika niat dipadukan dengan tekad yang bulat membuahi makna keberadaan
mereka dihati kami.
MTV Team on Pancung
Perjalanan kami lanjutkan dengan Pancung, nama perahu yang akrap dikenal
masyarakat Batam dan pulau-pulau kecil di sekelilingnya, kebanyakan
Pancung menjadi sarana utama yang menghubungi masing masing pulau
disekitar pesisir pantai, Kami membagi 2 team untuk melanjutkan
perjalanan, karena menurut info yang kami peroleh pergerakan angin yang
tidak stabil dan gelombang pasang akibat gravitasi bulan.yang lumayan
tinggi akan berdampak tidak baik jika kapasitas pancung terisi penuh.
Pancung pertama melaju tepat pada jam 09.05 menit berisi sembilan orang
dan kami berada di pancung kedua meninggalkan telaga Punggur sepuluh
menit kemudian. di sepanjang perjalanan kami menyaksikan gugusan pulau
pulau kecil yang mengapit perjalanan kami, indah dan luasnya lautan yang
kami seberangi menambah keyakinan kami akan Maha sempurnanya Allah SWT
menciptakan alam semesta, dengan keunikan dan beragam ciptaanNya terasa
betapa ciut, kerdil dan tak mampunya kami untuk menandingiNya.
Pancung melaju membelah ombak, sekali –sekali pancung yang kami naiki
oleng, membuat hati kami berdebar takut akan kejadian alam yang lain,
terus terang mengingatkan kami pada bencana yang baru baru ini terjadi
di NAD, “Tsunami”.
Dua puluh menit perjalanan, kami tiba di pelabuhan Ngenang bersamaan
dengan rombongan pertama, kami tak menyangka pancung yang mereka
tumpangi bergerak begitu perlahan, mungkin disebabkan jumlah mereka
lebih banyak dari kami, dan setelah saling bercerita ternyata pancung
yang mereka naiki sejak meninggalkan punggur selalu dalam keadaan oleng
sampai ke Ngenang, membuat hati kami miris membayangkannya.
Perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki, karena memang tidak
tersedia angkutan darat yang mempermudahkan perjalanan, kami menusuri
jalan aspal sepanjang lebih kurang 1 KM ke rumah Pak Wartoyo, kiri kanan
jalan berjejer rumah rumah penduduk yang umumnya bermatapencarian
sebagai nelayan. Menurut info yang kami dapat waktu itu para nelayan
masih sibuk dilaut mencari ikan, menjadikan suasana pulau Ngenang makin
sepi pagi itu, jauh dari riuh dan hingar bingar seperti Batam.
Ketika hampir tiba di rumah Pak Wartoyo, perhatian kami tertuju pada
sebuah pengumuman yang ditulis diatas kertas buffalo berwarna pink,
pengumuman untuk anak anak TK,SD dan madrasah agar dapat mengikuti
perlombaan yang akan diadakan sore itu, ada lomba pidato, cerdas cermat
islami, membaca surah-surah pendek, shalat, serta hapalan-hapalan bacaan
shalat. Lomba akan dimulai pada pukul 14.00 begitu tertulis disana.
Alhamdullilah, akhirnya rombongan tiba di kediaman Pak Wartoyo, rumah yang
hanya berukuran 6 X 8 meter terletak berdampingan dengan TK ‘At Taubah’
yang dibinanya. Disitulah sebagian anak asuh kita mengenyam pendidikan
mereka, fisik bangunan yang ala kadarnya tak mengurungkan niat para anak
didik untuk memperoleh ilmu, tampak betapa antusiasnya mereka untuk
memperoleh yang lebih baik demi kelansungan hidup mereka nanti.
MTV Team dan Anak asuh TK "At Taubah"
Setelah acara silaturahmi dengan keluarga Pak Wartoyo, kami langsung
menyampaikan beberapa bingkisan untuk anak anak didiknya yang telah
kami siapkan dari Batam berupa sajadah dan Al Qur’an, semuanya didapati
dari sisa Halal bi Halal yang pernah kita adakan. Alhamdullilah kabar
yang kami dengar terakhir bingkisan yang kami bawa itu akan dijadikan
sebagai tambahan hadiah untuk anak anak yang akan ikut lomba nanti.
Setelah cukup berbasa basi dengan Pak Wartoyo kami mengajak anak- anak
TK At Taubah menusuri pantai Busong, rasanya tidak lengkap kalau
mengunjungi Ngenang tanpa singgah untuk menikmati deru ombak dipantai
ini, perjalanan yang hanya lima belas menit dari rumah Pak Wartoyo kami
tempuh dengan berjalan kaki. Menikmati angin pantai Busong yang sejuk
bisa mengurangi lelah kaki kami selama 2 jam perjalanan terakhir.
kami membiarkan anak anak bermain air, kejar-kejaran dipantai bahkan
ada yang turun untuk berenang, sayangnya tak satupun dari kami yang
membawa perlengkapan cukup untuk ikut berenang, tak terasa matahari
sudah naik hampir diatas kepala ketika kami memutuskan untuk kembali ke
rumah Pak Wartoyo dan makan siang, sajian es kelapa muda yang sengaja
dipesan Pak Wartoyo menambah kerasan jika berada disana. Keramahan yang
begitu tulus terpancar dari sikap Pak Wartoyo dan keluarga menyambut
kedatangan kami, Makan siang yang sengaja kami bawa dari Batam dengan
lahap kami habiskan, dan setelah itu kami bergegas untuk menunaikan
Shalat Zuhur berjamaah.
Karena hari itu sebagian dari kami mengikuti
acara tafakur alam yang diadakan oleh MTKIS di Marina jadi kami
memutuskan untuk sesegera mungkin kembali ke Batam, tepat jam 13.10
kami meninggalkan rumah Pak Wartoyo, kembali melangkah untuk satu visi
lain. Kali ini kami membagi “team Pancung” dengan lebih adil, hanya
berbeda satu kepala dipancung yang kami sewa. Berbeda dengan perjalanan
ketika kami melaju ke Ngenang, alunan ombak lebih tenang rasanya, kami
jadi bisa lebih sedikit santai dan tidak nervous selama dipancung,
20 menit dari keberangkatan, ketika kami dihadapkan dengan gulungan
ombak yang besar, tak pernah kami bayangkan sebelumnya seandainya yang
mengendalikan pancung adalah orang yang kurang cekatan seperti kami,
mungkin keadaan akan berbicara lain waktu itu, riak gelombang yang
begitu besar memaksakan kami untuk memegang sisi pancung dengan kuat
dan berdoa didalam hati, pancung yang kami naiki membelah ombak
setinggi kurang lebih 1 meter, bahkan sebagian dari kami sempat
berteriak ketakutan.
Ya Allah,.. betapa takutnya kami menghadapi kematian jika waktu itu
saatnya kami harus menghadapMu, dalam hati kami merasa malu dengan
suara suara kami yang ketakutan didengar oleh bapak yang membawa kami
dengan pancungnya, setidaknya riak gelombang yang seperti itu menjadi
santapannya setiap hari, mungkin tak hanya gelombang dilaut saja yang
harus di arunginya,gelombang rumah tangganya seperti pendidikan anak-
anaknya, kebutuhan hidupnya yang lebih sulit serta himpitan-himpitan
ekonomi yang lain juga lebih membebaninya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar